Jumat, 14 Maret 2008

Sumber Air Minum (Apapun) Tercemar Obat


INILAH.COM, Jakarta - Seringkali kita menyaksikan adegan film, pura-pura minum obat lalu membuangnya ke toilet segera setelah lepas pengawasan.

Pesan yang sama sekali tidak boleh ditiru. Bukan perkara pengobatan semata melainkan membuang obat ke toilet atau wastafel adalah awal mula pencemaran air minum oleh antibiotik, hormon, substansi penenang, dsb.

Tidak semua sumber air minum berasal dari mata air, sebagian besar adalah olahan alias daur ulang.

Demikian pula dengan air bersih yang dialirkan ke rumah. Di beberapa wilayah di Indonesia dan hampir seluruh negara maju, umumnya air dari keran bisa langsung diminum.

Hasil investigasi kantor berita Associated Press (AP) di 24 kota metropolitan, yang sayangnya tidak disebutkan namanya, menemukan kandungan obat dalam sumber air. Obat itu masuk ke sumber air karena dibuang dengan sengaja seperti dalam adegan film, melalui buangan urin dan kotoran dari pasien yang sedang dalam pengobatan.

Kandungannya rendah hanya sekitar sepermiliar gram dan perusahaan air minum mengatakan suplai air tersebut aman. Namun sebenarnya kandungan obat dalam air minum seberapapun rendahnya belum diketahui efeknya bagi kesehatan.

Industri farmasi telah begitu paham dengan kontaminasi air minum, meskipun jarang buka suara. Bahkan sejak akhir 1990-an, komunitas ilmuwan mengingatkan potensi kontaminasi sumber air seperti sungai dan pusat pengolahan limbah yang disebabkan oleh alat kontrasepsi oral.

Perhatian kalangan ilmiah tersedot ketika terdapat bukti ikan di sungai Potomac, Washington DC, memiliki testis sekaligus indung telur.

Sampai saat ini debat mengenai kandungan obat dalam sumber air belum menghasilkan kesimpulan, sebab belum ada bukti berkaitan dengan efek yang ditimbulkan. Di lain pihak melarang atau membatasi penggunaan air dari sumber-sumber yang diolah sama sekali bukan jalan keluar.

Seperti dikatakan Dr Sarah Janssen dari kelompok pelobi lingkungan, kandungan obat dalam dosis rendah umum ditemukan dalam sumber air dimanapun. Perhatian lebih diberikan karena ditemukan pula keberadaan hormon sintetik yang dihasilkan oleh industri farmasi.

Namun kandungan hormon ini sangat rendah sehingga akibat negatif dari keberadaannya dalam tubuh manusia belum diketahui.

Dilain pihak, jika mempublikasikan temuan itu secara luas dikhawatirkan akan menimbulkan anggapan bahwa air keran tidak aman dikonsumsi.

Pertanyaannya kemudian: apakah air yang dimasak lebih aman? Menurut Dr Janssen, memasak air hanya memberikan rasa lebih aman, karena tidak menyelesaikan masalah, bahkan air minum dalam kemasan yang dijual botolan, sebagian besar berasal dari air keran juga.

Perusahaan air minum dalam kemasan yang menggunakan sumber air yang sama seperti yang dialirkan ke rumah, umumnya menambahkan proses pengolahan, menggunakan proses reverse osmosis, destilasi, dan proses lain yang disebut pemurnian air.

Dianjurkan untuk mempunyai penyaringan air di rumah sebelum mengkonsumsinya. Seperti kata Dr Timothy Bartrand dari Unibersitas Drexel Philadelphia, sistem penyaringan aktif menggunakan arang termasuk yang dianjurkan untuk menekan kandungan bahan obat serendah mungkin. [ES/L1]

0 komentar: